PEMUPUKAN KELAPA SAWIT
Senin, 09 Agustus 2010
Udang merupakan komoditas ekspor non migas andalan Indonesia dan merupakan komoditas utama dari bidang perikanan yang paling banyak diekspor dan menghasilkan devisa bagi Negara. Permintaan konsumen yang tinggi terhadap udang menyebabkan udang sangat prospektif untuk dikembangkan. Menurut WARINTEK - Menteri Negara Riset dan Teknologi, “Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun”. Saat ini usaha pengembangan udang dilakukan melalui teknik budidaya. Usaha pembenihan udang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi udang yang dihasilkan. Melalui kegiatan pembenihan udang ini diharapkan masalah ketersediaan benih sebagai faktor primer dalam kegiatan produksi udang konsumsi dapat terpenuhi, sehingga proses produksi dapat berjalan lancar.
Udang windu merupakan salah satu jenis udang yang menjadi primadona para konsumen. Usaha pembenihan dan pembesaran udang windu telah banyak berkembang di masyarakat. Daerah penyebaran dan pengembangan udang windu di Indonesia diantaranya adalah Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
Dalam pembudidaayaan udang windu terutama kegiatan produksi udang windu konsumsi, ketersediaan benur yang mempunyai kualitas dan kuantitas baik merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usaha pembesaran yang dilakukan. Kualitas benur yang jelek dan kuantitasnya yang rendah menyebabkan terganggunya kegiatan pembesaran yang dilakukan. Benur yang memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitasnya dapat diperoleh dari panti-panti pembenihan udang windu (hatchery). Kualitas dan kuantitas benur yang di produksi panti-panti pembenihan biasanya lebih terjamin daripada kualitas dan kuantitas benur yang diperoleh dengan cara penangkapan di alam.
Pada kegiatan pembenihan udang windu, fase larva merupakan fase yang paling kritis, karena pada fase ini biasanya terjadi tingkat mortalitas yang tinggi. Tingginya angka mortalitas pada fase larva ini disebabkan oleh ketidak sempurnaan organ-organ tubuh larva sehingga larva sangat rentan terhadap kondisi lingkungan yang kurang memenuhi syarat seperti pakan dan kualitas air. Fluktuasi kualitas air secara tiba-tiba dan ketidaksesuaian pakan yang diberikan kepada larva, sering menyebabkan kematian massal pada larva yang dipelihara.
Mengingat fase larva udang windu yang sangat rentan, maka perlu dilakukan pemeliharaan larva yang benar-benar intensif sehingga dapat angka mortalitas dapat ditekan.
SELENGKAPNYA
0 komentar:
Posting Komentar