PEMUPUKAN KELAPA SAWIT

Rabu, 06 Januari 2010

Diposting oleh MANDALA

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik.
Theodore Brameld dalam karyanya “Cultural Foundation of Education” (1957) menyatakan adanya keterkaitan yang erat antara pendidikan dengan kebudayaan berkenaan dengan satu urusan yang sama, dalam hal ini ialah pengembangan nilai. Sementara itu Edward B. Tylor dalam karyanya "Primitive Culture" (1929) menulis apabila kebudayaan mempunyai tiga komponen strategis, yaitu sebagai tata kehidupan (order), suatu proses (process) , serta bervisi tertentu (goals), maka pendidikan merupakan proses pembudayaan. Masih menurut Tylor, tidak ada proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa adanya masyarakat; sebaliknya tidak ada kebudayaan dalam pengertian proses tanpa adanya pendidikan.

Baik kita mengaplikasi paradigma pertama maupun paradigma kedua, keberhasilan pembangunan nasional yang berkelanjutan amat ditentukan oleh sejauh mana kita dapat mengembangkan pendidikan nasional dan kebudayaan nasional. Kalau kita dapat mengembangkan pendidikan nasional serta kebudayaan nasional secara memadai maka keberhasilan pembangunan nasional yang berkelanjutan akan dapat dicapai lebih baik lagi .

1.2 Tujuan
• Makalah ini disusun untuk mahasiswa Program D4. Oleh sebab itu dalam penyajiannya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang berbagai konsep model pembelajaran dan penerapan model pembelajaran di kelas.
• Sebagai salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar

1.3 Pembahasan
Untuk meningkatkan pemahaman berbagai model pembelajaran, dalam makalah ini akan dibahas tentang :
a) Model pembelajaran partisipatif dalam pembelajaran yang berwawasan kemasyarakatan.
b) Model pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran yang berwawasan kemasyarakatan.
c) Peranan guru dalam melakukan pendidikan di sekolah maupun univeritas
d) Sistem pendidikan nasional dan peran budaya dalam pembangunan berkelanjutan
e) Peranan Pendidikan Untuk Pembagunan Bangsa Indonesia








BAB 2. PEMBAHASAN


2.1 Model Pembelajaran Partisipatif
Menurut Knowles, M (1975) Mengatakan bahwa Pada umumnya metode pembelajaran partisipatif ialah upaya seorang pendidik (guru, dosen, orang tua Dll) untuk mengikut sertakan didikan dalam kegiatan yang sangat bermanfaat misalnya dalam perencanaan program dan tahap pelaksanaan program yang di adakan dalam lingkungan masayarakat.
Perencanaan program itu sendiri ialah mengajak didikan untuk mengindentifikasi permasalahan yang ada di lingkungan sekitar dan munking potensi-potensi yang ada dalam dirinya yang dapat di kembangkan dengan cara melatih peserta didik yang ada untuk trampil dan kreatip. Selain itu alangkah baiknya seorang pendidik menemukan peserta didiknya dengan sebuah masalah dan di selesaikan secara musyawarah, pendidik harus bisa menarik perhatian pesertanya untuk lebih banyak berperag dalam pemecahan masalah agar peserta tersebut mempunyai wawasan dan cara memecahkan masalah dengan cara intelektual bukan secara emosional.
Sedangkan untuk pelaksanaan program pendidikan ialah seorang pendidik di tuntut untuk bisa menyatukan antara peserta didik yang lainnya serta pendidik juga harus ikur serta. Degan adanya keangraban antara peserta didik dan pendidik di harapkan terjadinya kontak social, keagraban, saling membantu, salin menghargai antara peseta didik dan pendidik yang bersifat baik dan menguntungkan bagi peserta didikan maupun pendidik (Knowles, M, 1975).




2.1.1 Model Pembelajaran Partisipatif
Dari beberapa sumber mengatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode konsektual ialah sebagai berikut :
• Pendidik menempatkan diri pada kedudukan tidak serba mengetahui terhadap semua bahan ajar.
• Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
• Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.
• Pendidik menempatkan dirinya sebagai peserta didik.
• Pendidik bersama peserta didik saling belajar.
• Pendidik membantu peserta didik untuk menciptakan situasi belajar yang kondusif.
• Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran kelompok.
• Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi.
• Pendidik mendorong peserta didik untuk berupaya memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya.

2.1.2 Peranan pendidik dalam pembelajaran
Peranan pendidik dalam pembelajaran partisipatif ialah hanya sebatas pembimbing dan pendorong bagi peserta didikannya untuk melakukan kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi terhadap peranan pendidikan, pada awal pembelajaran pendidik sangat bekerja keras untuk menyajikan bebagai bahan untuk memberikan informasi, motifasi, dan semangat kepada peserta didiknya. Namun pendidik tidak selamanya harus bekerja keras untuk mencarikan informasi kepada peserta didikannya makin lama pendidik akan mengalami penurunan tanggun jawap untuk mencari informasi untuk peserta didiknya dan akan terjadi sebaliknya peserta didika akan di lati untuk mencari informasi sendiri. Disini peranan pendidik hanya sebagai tim penilai (Sudjana, D, 2000).
Langkah-langkah yang harus ditempuh pendidik dalam membantu peserta didik untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran :
• Membantu peserta didik dalam menciptakan iklim belajar
• Membantu peserta didik dalam menyusun kelompok belajar
• Membantu peserta didik dalam mendiagnosis kebutuhan pelajar
• Membantu peserta didik dalam menyusun tujuan belajar
• Membantu peserta didik dalam merancang pengalaman belajar
• Membantu peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
• Membantu peserta didik dalam penilaian hasil, proses dan pengaruh kegiatan pembelajaran.

2.2 Model Pendekatan Pembelajaran
2.2.1 Kontekstual
Pendekatan pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar dilihat dari proses transfer belajar, lingkungan belajar.
Dilihat dari proses, belajar tidak hanya sekedar menghapal. Dari transfer belajar, siswa belajar dai mengalami sendiri, bukan pemberian dari orang lain. Dan dilihat dari lingkungan belajar, bahwa belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.
Pembelajaran kontekstual (contextual learning) merupakan upaya pendidik untuk menghubungkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik melakukan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.Dalam penerapan pembelajaran kontekstual tidak lepas dari landasan filosofisnya, yaitu aliran konstruktivisme. Aliran ini melihat pengalaman langsung peserta didik (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran.
2.2.2 Komponen-komponen Pembelajaran Kontekstual
Peranan pendekatan pembelajaran kontekstual di kelas dapat didasarkan pada tujuh komponen, yaitu :
• Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia didalam dirinya sedikit demi sedikit, yang hasilnya dapat diperluas melalui konteks yang terbatas.

• Pencairan (inquiry)

Menemukan merupakan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa merupakan hasil dari penemuan siswa itu sendiri.

• Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan awal dari pengetahuan yang dimiliki seseorang. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiriy, yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui.

• Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada komunikasi dua arah atau lebih, yaitu antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan pendidik apabila diperlukan atau komunikasi antara kelompok.



• Pemodelan (Modeling)
Model dapat dirancang dengan melibatkan guru, siswa atau didatangkan dari luar sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemodelan, siswa dapat mengamati berbagai tindakan yang dilakukan oleh model tersebut.

• Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang sesuatu yang sudah dipelajari. Realisasi dari refleksi dalam pembelajaran dapat berupa:
o Pernyataan langsung tentang sesuatu yang sudah diperoleh siswa
o Kesan dan pesan/saran siswa tentang pembelajaran yang sudah diterimanya
o Hasil karya

• Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Assessment merupakan proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Assessment menekankan pada proses pembelajaran maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan pada saat melakukan proses pembelajaran.

Karakteristik authentic assessment, yaitu :
• Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
• Dapat digunakan untuk formatif maupun sumatif
• Yang diukur adalah keterampilan dan penampilan bukan mengingat fakta
• Berkesinambungan
• Terintegrasi
• Dapat digunakan sebagai feed back





2.2.3 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional
Karakteristik model pembelajaran kontekstual dalam penerapannya di kelas, antara lain :
• Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
• Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
• Pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan nyata atau masalah
• Perilaku dibangun atas kesadaran diri
• Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
• Peserta didik tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.
• Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni peserta didik diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.

Karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di kelas, antara lain :
• .Siswa adalah penerima informasi
• Siswa cenderung belajar secara individual
• Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis
• Perilaku dibangun atas kebiasaan
• Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
• Peserta didik tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
• Bahasa diajarkan dengan pendekatan structural
Pembelajaran kontekstual memiliki perbedaan dengan pembelajaran konvensional, tekanan perbedaannya yaitu pembelajaran kontekstual lebih bersifat student centered (berpusat kepada peserta didik) dengan proses pembelajarannya berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekajar dan mengalami. Sedangkan pembelajaran konvensional lebih cenderung teacher centered (berpusat kepada pendidik), yang dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima informasi bersifat abstrak dan teoritis.

2.3 Peranan Guru dan Dosen Dalam Pendidikan
Guru ialah pendidik yang berilmu pengetahuan. Di samping itu dia dilatih untuk menguasai kemahiran mengajar, dan diberi tugas menyampaikan ilmu kepada pelajarnya. Oleh itu guru sebagai pengamal ilmu perlu memainkan peranan untuk menyampaikan ilmu yang berguna dalam bidangnya.
J. M Coopes (1988) berpendapat guru yang berkesan ialah guru yang memperolehi ilmu pengetahuan khususnya kemahiran mengajar seperti:
• Menguasai ilmu pengetahuan dalam teori pembelajaran dan psikologi manusia
• Menunjukkan sikap jujur yang dapat menggalakkan pembelajaran serta mewujudkan interaksi yang positif dalam pelbagai hala.
• Memperolehi ilmu pengetahuan yang lengkap dalam mata pelajaran yang diajar
• Menggunakan kaedah dan teknik mengajar yang mewujudkan murid menjalankan aktiviti pembelajaran mereka
Sebagai seorang pendidik yang bertanggunjawab, guru hari ini harus menyedari tugas dan amanah yang diserahkan kepadanya untuk mendidik generasi yang akan menjadi dewasa kelak. Perubahan perancangan hari ini adalah perlu diiringi dengan perubahan strategi pengajaran dan pembelajaran dalam bilik darjah. Untuk menghadapi cabaran dan tuntutan daripada perubahan strategi pengajaran dan pembelajaran dalam bilik darjah, guru hari ini hendaklah sentiasa berusaha melengkapkan diri dari masa ke semasa.


2.4 Peranan Pendidikan bagi pembagunan bangsa Indonesia
Menurut McRay (1994), fenomena kemajuan ekonomi bangsa-bangsa di Asia Timur pada dasarnya merujuk pada faktor-faktor:
o keluwesan untuk melakukan diversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar;
o kemampuan penguasaan teknologi cepat melalui reverse engineering (contoh: computer clone);
o besarnya tabungan masyarakat;
o mutu pendidikan yang baik; dan
o etos kerja.
Diantara faktor-faktor tersebut, pendidikan (faktor 4) adalah merupakan simpul atau katalisator yang menyebabkan faktor-faktor 1,2,3 dan 5 terjadi (brought into being). Ilustrasi ini memberikan aksentuasi tentang betapa pembangunan pendidikan sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menjadi
Semakin penting dalam pembangunan suatu bangsa. Dalam era globalisasi, peluang untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu negara akan semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki: (1) pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika pembangunan yang tengah berlangsung; (2) jenjang pendidikan yang semakin tinggi; (3) keterampilan keahlian yang berlatarbelakang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); dan (4) kemampuan untuk menghasilkan produk-produk yang, baik dari kualitas maupun harga, mampu bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar global.
Sejalan dengan itu, Soeharto (1995) , merujuk pada tiga orientasi pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu terhadap: (1) upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang diwujudkan melalui program pemerataan kesempatan belajar yang ekstensif bagi seluruh warga negara; (2) penyiapan tenaga kerja terampil dan profesional; (3) upaya peningkatan penguasaan iptek.
Dengan demikian, pembangunan pendidikan pada dasarnya merupakan upaya-upaya yang terpadu dari aspek-aspek pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang dilakukan secara efisien. Oleh karena itulah, aspek-aspek tersebut menjadi tema pokok pembangunan pendidikan.
Dari sisi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa; wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun adalah merupakan salah satu upaya pembangunan pendidikan untuk mencerdas-kan kehidupan bangsa dalam konteks pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan. Melakukan pemerataan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (setelah Wajar SD 6 Tahun), diasumsikan memberikan basis fundamental yang lebih kuat bagi pembangunan nasional terutama dalam meningkatkan kualitas SDM yang lebih berpendidikan.
2.5 Sistem Pendidikan Nasional dan Peran Budaya Dalam Pembangunan Berkelanjutan


Tidak dapat dipungkiri pembangunan nasional yang berjalan di Indonesia sejak kemerdekaan sampai masa orde baru, serta sejak masa orde baru sampai saat ini, telah menghasilkan kemajuan yang amat berarti bangsa Indonesia. Melalui pembangunan nasional yang dijalankan oleh pemerintah bersama-sama dengan rakyat telah dicapai berbagai keberhasilan.

Secara fisik jalan, jembatan, gedung-gedung, dan bangunan fisik lain yang
mulanya belum ada menjadi ada, atau yang mulainya belum bagus sekarang menjadi
bagus. Fisik jalan misalnya, kalau di awal kemerdekaan kita memiliki jalan beraspal tidak lebih dari 1.000 Km, meningkat menjadi 8..725 Km di awal tahun 1980-an, dan sekarang sudah bertambah Iagi menjadi lebih dari 25.000 Km. Keadaan ini juga berlaku untuk jembatan, bangunan pasar, bangunan pertokoan, bangunan perkantoran, dan
sebagainya.

Secara nonfisik kemajuan di bidang pendidikan ekonorni dan bidang-bidang
pembangunan lainnya juga telah diraih. Dalam hal ini kita bisa menunjuk pada angkaangka partisipasi pendidikan, angka melek huruf, angka melanjutkan studi, dsb, yang meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu. Tingkat partisipasi pendidikan di
Sekolah Dasar (SD) yang bilangannya kurang dari 20 persen pada tahun-tahun awal
kemerderkaan sekarang sudah meningkat menjadi di atas 90 persen. Peningkatan yang
cukup signifikan seperti ini juga terjadi pada satuan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) , Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun Perguruan Tinggi (PT).

Bahwa bangsa Indonesia telah banyak mencapai kemajuan di berbagai bidang
pembangunan semenjak kemerdekaan sampai sekarang ini tentu tidak terbantahkan;
hanya masalahnya adalah bahwa kemajuan itu tidak selaju bangsa-bangsa lain sehingga secara komparatif kita berada pada posisi yang lebih rendah .

Tentang Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) misalnya. Dari laporan UNDP sebagai inisiator dan penyelenggara survei HDI di dalam "Human Development Report 2001" (2001) ternyata Indonesia hanya berhasil menempati peringkat 102 dari 162 negara. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, dan Australia ternyata peringkat Indonesia berada dibawahnya. Oleh karena HDI terbangun atas indikator ekonomi pendidikan, kesehatan, dan kependudukan hal itu berarti bahwa tingkat ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kependudukan manusia Indonesia berada di bawah Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, dan Australia.

Dalam era yang serba materialistik seperti sekarang ini daya kompetisi ekonomi juga dapat diacu untuk menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Implikasinya negara yang daya kompetisi ekonominya tinggi mengindikasi keberhasilan pembangunan yang tinggi; sebaliknya, negara yang daya kompetisi ekonominya rendah mengindikasi keberhasilan pembangunan yang rendah pula.

Selanjutnya dari laporan World Economic Forum (WEF), suatu badan internasional yang berbasis di Geneva, di dalam dokumennya berjudul "Global Competitiveness Report 2000" (2000) , menunjukkan demikian rendahnya peringkat Indonesia di dalam hal daya kompetisi ekonomi tersebut. Di dalam hal ini Indonesia hanya berada pada peringkat 44; sementara itu Singapura, Malaysia, Republik Korea, Thailand, dan Filipina masingmasing sudah ada di peringkat 2, 25, 29,31 dan 37.

Dengan indikator yang serupa bahkan International Institute for Management Development (2001) telah memposisikan Indonesia di peringkat 49 dari 49 negara. Dalam hal ini negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dsb, semua berada di atas peringkat Indonesia. Keadaan ini berarti bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi kita memang lebih rendah dibanding tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dsb, Dalam skala mikro kebelum-maksimalan atas keberhasilan pembangunan kita di bidang pendidikan dapat dicermati dari kegagalan delegasi Indonesia di forum International Mathematic Olympic (IMO) yang diselenggarakan secara kontinu di setiap tahunnya; demikian juga dengan hasil kompetisi siswa Indonesia pada forum The Third International Mathematic and Science Study (TIMSS) yang tidak pernah memuaskan.

Ramon Mohandas di dalam laporan penelitiannya dengan titel "Report On The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) : Indonesian Student Achievement in Mathematics and Science Compared to Other Countries" (2000) menuliskan buruknya prestasi matematika dan sains siswa Indonesia di dalam forum dunia tersebut. Dalam bidang Matematika siswa Indonesia hanya berhasil menempati peringkat 39 dari 42 negara partisipan; sedangkan untuk bidang sains siswa Indonesia hanya berhasil menempati peringkat 40 dari 42 negara partisipan. Baik di dalam bidang Matematika maupun sains ternyata prestasi siswa Indonesia berada di bawah prestasi siswa dari Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan sebagainya.








BAB 3. KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan
Dari semua point yang di jabarkan dalam isi makalah ini maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dengan dilaksanakan model pembelajaran partisipatif dan kontekstual dalam pembelajaran yang bersifat kemasyarakatan dapat di hasilkan keturunan bangsa yang berjiwa sosial dan berbudaya masyarakat Indonesia.
Selain itu untuk mengdukung terjadinya pernyataan di atas yaitu terciptanya keturunan bangsa yang berjiwa sosial dan berbudaya maka yang paling dituntut untuk mendidik generasi yang ada di Indonesia ialah seorang pendidik. Seorang pendidik harus memiliki karakter yang sangat karismatik yaitu mampu mendidik secara sabar dan dapat mengontrol emosinya tidak mendidik pendidiknya secara kasar dan emosional, apabila seorang pendidik memiliki karisma yang kurang baik maka akan menghasilkan keturunan juga emosional dan hanya mementingkan didi sendiri.







DAFTAR PUSTAKA

Sudjana, D. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production.
Hatimah, I. (2003). Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung : Andira.
Knowles, M. (1975). Self Directed Learning. Chicago : Follet Publishing Company.

0 komentar:

Posting Komentar

Join 4Shared Now! Join 4Shared Now! Join 4Shared Now! Get 4Shared Premium!

Mengenai Saya

Foto saya
SINGKIL, NAD, Indonesia
SAYA ORANGNNYA SIMPLE DAN SELALU TERTARIK DENGAN HAL - HAL YANG BERBAU TEKNOLOGI DAN ILMU PENGTAHUAN. DAN SAYA TIDAK SUKA DENGAN KEKERASAN SERTA KEKEJAMAN. YANG PENTING MENURUT SAYA DAMAI ITU INDAH....
free counters