PEMUPUKAN KELAPA SAWIT
Jumat, 18 September 2009
1. SEJARAH SINGKAT
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan
alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan
hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat
kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan
penggunanya, khususnya petani ikan.
Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami,
tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada
sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi
pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik
Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
3.1. Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang
dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d)
Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30
hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu
dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu
dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung
halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80
hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung
(berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi
butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat
> 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau
seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4. MANFAAT
a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam
bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya
zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat
mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
5. PERSYARATAN LOKASI
a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu
optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid >
27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat
C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C;
tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
f) Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30
derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98
ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100
derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100
permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter
sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar
amonia yang baik < nacl =" 5" mgso4 =" 1,3" mgcl2 =" 1" cacl2 =" 0,3" kcl =" 0,2" nahco3 =" 2" tawar =" dijadikan"> 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan
cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7. Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap
paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang
plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.
f) Jentik-jentik Nyamuk
1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter
30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang
banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2. 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur
yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5
cm.
3. Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.
g) Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.
h) Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan.
Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah
jadi kepompong.
6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan
1) Bahan Hewani
a) Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis)
yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan
difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang
dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < protein="22,65%;" lemak="15,38%;" abu="26,65%;" serat="1,80%;" air="10,72%;" ubah="1,5–" rebon="59,4%" lemak ="3,6%" abu="11,41%" serat="11,82%" air="21,6%" benawa="4–6" protein=" 53,74%;" lemak=" 6,65%;" karbohidrat=" 0%;" abu=" 7,72%;" kasar=" 14,61%;" air=" 17,28%." protein="61,65%," lemak="27,30%," abu="2,34%," air="8,80%," ubah="5–8." protein=" 46,74%," lemak=" 29,75%," abu=" 4,86%," serat=" 8,89%," air=" 9,76%," ubah=" 1,8." protein=" 25,08%," lemak=" 56,75%," abu=" 6,60%," air="12,06%," ubah=" 8." protein=" 71,45%," lemak=" 0,42%,Karbohidrat="" abu=" 5,45%," serat=" 7,95%," air=" 5,19." protein="18-20%," lemak="1-2%," abu="4-6%," air="70-" kapur="1-3%," fosfor="0,3-0,9%." protein="25,54%," lemak="3,80%," abu="61,60%," serat="1,80%," air="5,52%." protein="54,29%," lemak="4,18%," karbohidrat="30,45%," abu="4,07%," kapur="8,3%," fosfor="20,3%," air="7,01." protein="12,8%," lemak="11,5%," karbohidrat="0,7%," air="74%." protein="35,6%" lemak="1,0%" karbohidrat="52,0%," air="3,5%" protein="11,35%," lemak="12,15%," karbohidrat="28,62%," abu="10,5%," kasar="24,46%," air="10,15%," ubah=" 8." protein="11,99%," lemak="1,48%," karbohidrat="64,75%," abu="0,64%," kasar="3,75%," air="17,35%," ubah="2-3." protein="13,0%," lemak="2,05%," karbohidrat="47,85%," abu="12,6%," kasar=" 13,5%," air="10,64%," protein="8,9%;" lemak="1,3%;" karbohidrat="77,3%;" abu="0,06%;" air="13,25%." lemak="14,3%," karbohidrat="29,5%," abu="5,4%," serat="2,8%," air="8,4%," ubah="3-5." protein="23,55%," lemak="5,54%," karbohidrat="26,92%," abu="17,03%," kasar="16,53%," air="10,43%." protein="47,9%," lemak="10,9%," karbohidrat ="25,0%," abu="4,8%," kasar="3,6%," air="7,8%," ubah="2,7-4." protein="17,09%," lemak="9,44%," karbohidrat="23,77%," abu="5,92%," kasar="30,4%," air="13,35%." protein="27,4%," lemak="5,6%," karbohidrat="18,6%," abu="7,3%," kasa="25,3%," air="6,1" protein="19,4%," lemak="19,5%," linoleat="47,8%," palmitat="23,4%," oleat="22,9%." protein="27,54%," lemak="4,73%," karbohidrat="21,30%," abu="20,45%," kasar="14,01%," air="11,97" protein="36,82%," lemak="5,4%," karbohidrat="16,08%," abu="1,31%," kasar="18,14%," air="8,8%." protein="34,21%," lemak="4,6%," karbohidrat="14,69%," air="0,12." protein="8,39%," lemak="5,54%," karbohidrat="33,51%," abu="17,32%," kasar="20,34%," air="14,9%," ubah="2." protein="59,2%," lemak="0," karbohidrat="38,93%," abu="4,95%," kasar="0," air="6,12%." protein="25,9%," kasar="15%" nano3 =" 84" nah2po4 =" 10" na3po4 =" 27,6" 2 =" 11,2" fecl3 =" 2,9" biotin =" 1" b12 =" 1mikrogram/l" 5h2o =" 0,0196" 7h2o =" 0,044" 7h2o =" 0,02" 4h2o =" 0,0126" 6h2o =" 3,6" 46 =" 100" k2hpo4 =" 10" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" b1 =" 0,005" b12 =" 0,005" 46 =" 100" 0 =" 5" k2hpo4 =" 5" k2h2po4 =" 5" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" a=" KNO3" b=" Na2HPO4" c=" Na2SiO3" d=" FeCl3)" biotin =" 1,0" b12 =" 1,0" 5h2o =" 0,0196" 7h2o =" 0,044" 7h2o =" 0,02" 4h2o =" 0,0126" 6h2o =" 3,6" urea =" 100" k2hpo4 =" 10" na2sio3 =" 2" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" b1 =" 0,005" b12 =" 0,005" 46 =" 100" kh2po4 =" 5" na2sio3 =" 2" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" 0 =" 5" awl=" 25" awl=" 40" awl=" 50" awl=" 60">2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia
berumur <> 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur
diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <> 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur
ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental
menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis
dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang
sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian
mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami
a) Chlorella
1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium
dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5
mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan
kain saringan 15 mikron.
2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk
memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat
dilepas ikan mujair 4-5 ekor.
b) Kutu Air
1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium
menurun.
2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak,
budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.
3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci
dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.
c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan
kasa nyamuk.
d) Ulat Hongkong
Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan
dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).
7.2. Gangguan pada pakan buatan
a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan
pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin
pengolahan.
c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. PANEN (Panen Pakan Alami)
a) Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung
diumpankan pada ikan.
b) Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
c) Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
d) Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember
plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang
berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,
koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah
seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat
lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring
pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan
kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang
peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e) Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100
ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan
kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum
penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang
berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton
60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan
disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain
plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f) Artemia
1. Usaha Pembesaran
- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8
mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu
Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring
yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.
Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115
permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng
hampa udara.
g) Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna
medium menjadi keputih-putihan.
h) Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan
penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500
mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i) Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan
tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat
menyediakan makanan lagi.
j) Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2
cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak
besar.
9. PASCAPANEN (Pakan Alami)
a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan
dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,
plate separate, atau centrifuge.
b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan
mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal
ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan
benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan
pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas
benih yang dihasilkannya bisa maksimal.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah
pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen
penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada
pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan
ikan alami.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,
sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa
kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang
sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara
waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,
peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang
usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA
a) Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07.
Tahun II.
b) Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15.
Tahun III.
c) Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.
d) Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius.
e) Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan
alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan
hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat
kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan
penggunanya, khususnya petani ikan.
Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami,
tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada
sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi
pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik
Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
3.1. Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang
dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d)
Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30
hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu
dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu
dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung
halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80
hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung
(berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi
butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat
> 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau
seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4. MANFAAT
a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam
bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya
zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat
mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
5. PERSYARATAN LOKASI
a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu
optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid >
27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat
C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C;
tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
f) Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30
derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98
ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100
derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100
permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter
sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar
amonia yang baik < nacl =" 5" mgso4 =" 1,3" mgcl2 =" 1" cacl2 =" 0,3" kcl =" 0,2" nahco3 =" 2" tawar =" dijadikan"> 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan
cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7. Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap
paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang
plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.
f) Jentik-jentik Nyamuk
1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter
30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang
banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2. 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur
yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5
cm.
3. Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.
g) Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.
h) Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan.
Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah
jadi kepompong.
6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan
1) Bahan Hewani
a) Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis)
yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan
difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang
dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < protein="22,65%;" lemak="15,38%;" abu="26,65%;" serat="1,80%;" air="10,72%;" ubah="1,5–" rebon="59,4%" lemak ="3,6%" abu="11,41%" serat="11,82%" air="21,6%" benawa="4–6" protein=" 53,74%;" lemak=" 6,65%;" karbohidrat=" 0%;" abu=" 7,72%;" kasar=" 14,61%;" air=" 17,28%." protein="61,65%," lemak="27,30%," abu="2,34%," air="8,80%," ubah="5–8." protein=" 46,74%," lemak=" 29,75%," abu=" 4,86%," serat=" 8,89%," air=" 9,76%," ubah=" 1,8." protein=" 25,08%," lemak=" 56,75%," abu=" 6,60%," air="12,06%," ubah=" 8." protein=" 71,45%," lemak=" 0,42%,Karbohidrat="" abu=" 5,45%," serat=" 7,95%," air=" 5,19." protein="18-20%," lemak="1-2%," abu="4-6%," air="70-" kapur="1-3%," fosfor="0,3-0,9%." protein="25,54%," lemak="3,80%," abu="61,60%," serat="1,80%," air="5,52%." protein="54,29%," lemak="4,18%," karbohidrat="30,45%," abu="4,07%," kapur="8,3%," fosfor="20,3%," air="7,01." protein="12,8%," lemak="11,5%," karbohidrat="0,7%," air="74%." protein="35,6%" lemak="1,0%" karbohidrat="52,0%," air="3,5%" protein="11,35%," lemak="12,15%," karbohidrat="28,62%," abu="10,5%," kasar="24,46%," air="10,15%," ubah=" 8." protein="11,99%," lemak="1,48%," karbohidrat="64,75%," abu="0,64%," kasar="3,75%," air="17,35%," ubah="2-3." protein="13,0%," lemak="2,05%," karbohidrat="47,85%," abu="12,6%," kasar=" 13,5%," air="10,64%," protein="8,9%;" lemak="1,3%;" karbohidrat="77,3%;" abu="0,06%;" air="13,25%." lemak="14,3%," karbohidrat="29,5%," abu="5,4%," serat="2,8%," air="8,4%," ubah="3-5." protein="23,55%," lemak="5,54%," karbohidrat="26,92%," abu="17,03%," kasar="16,53%," air="10,43%." protein="47,9%," lemak="10,9%," karbohidrat ="25,0%," abu="4,8%," kasar="3,6%," air="7,8%," ubah="2,7-4." protein="17,09%," lemak="9,44%," karbohidrat="23,77%," abu="5,92%," kasar="30,4%," air="13,35%." protein="27,4%," lemak="5,6%," karbohidrat="18,6%," abu="7,3%," kasa="25,3%," air="6,1" protein="19,4%," lemak="19,5%," linoleat="47,8%," palmitat="23,4%," oleat="22,9%." protein="27,54%," lemak="4,73%," karbohidrat="21,30%," abu="20,45%," kasar="14,01%," air="11,97" protein="36,82%," lemak="5,4%," karbohidrat="16,08%," abu="1,31%," kasar="18,14%," air="8,8%." protein="34,21%," lemak="4,6%," karbohidrat="14,69%," air="0,12." protein="8,39%," lemak="5,54%," karbohidrat="33,51%," abu="17,32%," kasar="20,34%," air="14,9%," ubah="2." protein="59,2%," lemak="0," karbohidrat="38,93%," abu="4,95%," kasar="0," air="6,12%." protein="25,9%," kasar="15%" nano3 =" 84" nah2po4 =" 10" na3po4 =" 27,6" 2 =" 11,2" fecl3 =" 2,9" biotin =" 1" b12 =" 1mikrogram/l" 5h2o =" 0,0196" 7h2o =" 0,044" 7h2o =" 0,02" 4h2o =" 0,0126" 6h2o =" 3,6" 46 =" 100" k2hpo4 =" 10" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" b1 =" 0,005" b12 =" 0,005" 46 =" 100" 0 =" 5" k2hpo4 =" 5" k2h2po4 =" 5" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" a=" KNO3" b=" Na2HPO4" c=" Na2SiO3" d=" FeCl3)" biotin =" 1,0" b12 =" 1,0" 5h2o =" 0,0196" 7h2o =" 0,044" 7h2o =" 0,02" 4h2o =" 0,0126" 6h2o =" 3,6" urea =" 100" k2hpo4 =" 10" na2sio3 =" 2" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" b1 =" 0,005" b12 =" 0,005" 46 =" 100" kh2po4 =" 5" na2sio3 =" 2" agrimin =" 1" fecl3 =" 2" 0 =" 5" awl=" 25" awl=" 40" awl=" 50" awl=" 60">2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia
berumur <> 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur
diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <> 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur
ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental
menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis
dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang
sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian
mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami
a) Chlorella
1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium
dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5
mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan
kain saringan 15 mikron.
2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk
memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat
dilepas ikan mujair 4-5 ekor.
b) Kutu Air
1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium
menurun.
2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak,
budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.
3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci
dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.
c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan
kasa nyamuk.
d) Ulat Hongkong
Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan
dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).
7.2. Gangguan pada pakan buatan
a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan
pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin
pengolahan.
c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. PANEN (Panen Pakan Alami)
a) Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung
diumpankan pada ikan.
b) Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
c) Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
d) Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember
plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang
berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,
koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah
seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat
lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring
pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan
kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang
peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e) Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100
ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan
kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum
penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang
berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton
60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan
disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain
plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f) Artemia
1. Usaha Pembesaran
- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8
mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu
Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring
yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.
Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115
permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng
hampa udara.
g) Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna
medium menjadi keputih-putihan.
h) Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan
penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500
mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i) Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan
tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat
menyediakan makanan lagi.
j) Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2
cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak
besar.
9. PASCAPANEN (Pakan Alami)
a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan
dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,
plate separate, atau centrifuge.
b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan
mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal
ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan
benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan
pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas
benih yang dihasilkannya bisa maksimal.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah
pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen
penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada
pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan
ikan alami.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,
sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa
kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang
sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara
waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,
peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang
usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA
a) Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07.
Tahun II.
b) Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15.
Tahun III.
c) Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.
d) Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius.
e) Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
0 komentar:
Posting Komentar