PEMUPUKAN KELAPA SAWIT
Rabu, 29 April 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia.
Ruang dan tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya (Connell & Miller,1995). Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak berimbang, dimana pemanfaatan danau lebih mendominasi sumberdaya alam danau dan kawasan daerah aliran sungai (watershed). Mengakibatkan danau berada pada kondisi suksesi, yaitu berubah dari ekosistem perairan ke bentuk ekosistem daratan.
Pendangkalan akibat erosi, eutrofikasi merupakan penyebab suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang bakal mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang didalamnya terdapat manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut.
FUNGSI EKOSISTEM DANAU BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia (rumahtangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi penting ekosistem ini, sebagai berikut: 1) sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik; 2) sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting, 3) sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumahtangga, industri dan pertanian); 4) sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah; 4) memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan setempat; 5) sebagai sarana Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah: 1)sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri, 2) sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell & Miller,1995). Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cekungan dimuka bumi ini. Bentuk fisik danaupun memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka bumi. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia.tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya; 6) sebagai penghasil energi melalui PLTA; 7) sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata.
Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah: 1)sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri, 2)sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell & Miller,1995). Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cekungan dimuka bumi ini. Bentuk fisik danaupun memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka bumi. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia.
KONDISI EKOSISTEM DANAU TONDANO
Kondisi ekosistem Danau Tondano tak lepas dari pengaruh kondisi sungai-sungai yang mengalir masuk (inlet) bagi Danau Tondano. Danau Tondano merupakan bagian hulu dari DAS Tondano. Dari hasil penelitian PPLH-Unsrat bekerjasama dengan UCE-CEPI diperoleh bahwa daerah aliran sungai (DAS) Tondano telah mengalami degradasi lingkungan. Kegiatan-kegiatan pembangunan pada sektor pertanian, kehutanan, perikanan, pariwisata dan industri di DAS Tondano telah mengakibatkan perubahan penggunaan lahan yang selain memberikan manfaat juga menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi ekologi, ekonomi, dan estetika ekosistem Danau Tondano.
Danau Tondano adalah danau alami yang memiliki luas 12 x 4 km2 dan merupakan bagian dari sub DAS Tondano, dimana sumberdaya airnya digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik PLN Tanggari dan Tonsea Lama. Sumber tenaga listrik yang men “supply” listrik ke sebagian Kabupaten Minahasa Kota Manado.
BAB II
ISI
2.1 Letak Danau Todano
Danau Tondano adalah danau terluas di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Danau ini diapit oleh Pegunungan Lembean, Gunung Kaweng, Bukit Tampusu, dan Gunung Masarang. Danau ini dilingkari dengan jalan provinsi dan menghubungkan kota Tondano, Kecamatan Tondano Timur, Kecamatan Eris, Kecamatan Kakas, Kecamatan Remboken, dan Kecamatan Tondano Selatan. Danau ini merupakan danau penghasil ikan air tawar seperti ikan mujair, pior/kabos, payangka wiko (udang kecil), nike dan lain-lain.
Luas danau ini 4.278ha, dan terdapat pulau kecil bernama Likri (depan desa Tandengan kecamatan Eris). Di tepi Danau Tondano terlihat jelas Gunung Kaweng. Konon danau ini terjadi karena letusan yang dahsyat karena ada kisah sepasang insan manusia yang berlainan jenis melanggar larangan orang tua untuk kawin (bahasa Minahasa: kaweng) dengan nekat lari (tumingkas) di hutan. Sebagai akibat melanggar nasihat orang tua maka meletuslah kembaran gunung kaweng tersebut sehingga menjadi danau Tondano.
Danau Tondano mempunyai obyek wisata yang terkenal "Sumaru Endo" Remboken, dan Resort Wisata Bukit Pinus (Tondano arah Toliang Oki). Dari tepian danau Tondano (Toliang Oki), kita dapat melintas puncak Bukit Lembean dan memandang keindahan Laut Maluku (di sebelah timur), tepatnya kawasan Tondano Pante (Kecamatan Kombi), Kabupaten Minahasa.
2.2 Kualitas Air Danau Tondano
Ada 35 sungai yang menjadi inlet Danau Tondano dan 1 sungai (S. Tondano) sebagai oulet Danau Tondano. Diantara 35 sungai tersebut ada 3 sungai yang menjadi kontributor utama dalam menyumbang unsure hara, bahan organik dan residu petisida bagi Danau Tondano. Ketiga sungai tersebut adalah: S.Panasen, S.Ranoweleng (DariGunung Soputan) dan S.Leleko (Gunung Tampusu). Air Danau Tondano dialirkan ke luar melalui Sungai Tondano dan akhirnya bermuara di Teluk Manado. Kegiatan pemupukan di persawahan yang berlebihan, peternakan itik, perikanan (2.512 unit jaring apung) dan limbah rumah tangga antara lain deterjen dan kotoran hewan dan manusia yang dilakukan oleh masyarakat setempat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan konsentrasi bahan organik yang masuk ke danau yang telah menurunkan kualitas air Danau Tondano. Dari hasil penelitian yang dilakukan PPLH-SDA Unsrat yang bekerjasama dengan UCE-CEPI pada tahun 2001 diperoleh penurunan kualitas air Danau Tondano juga diakibat oleh masuknya residu pestisida hasil dari pemakaian pemberantasan hama keong emas yang tidak efektif di areal persawahan yang terbawa oleh aliran permukaan masuk ke danau. Tidak tersedianya septik tank yang memadai bagi masyarakat yang bermukim di kawasan sekitar Danau Tondano, sehingga masyarakat mebuang kotoran manusia ke dalam perairan danau yang mengakibatkan peningkatan bakteri ecoli. Akibatnya akan meningkatkan tanaman-tanaman air (blooming algae) yang akan mengakibatkan peningkatan kondisi trofik secara cepat (eutrofikasi cultural). Jika tidak dikendalikan, maka kondisi trofik DanauTondano akan segera mencapai distrofik atau kehilangan ekosistem danau (suksesiekosistem danau). Hasil penelitian yang dilakukan PPLH-SDA Unsrat dan UCECEPI diperoleh bahwa telah teridentifikasi jenis pestisida organofosfat terdapat di Sungai Panasen, Sungan Ranoweleng dan Danau Tondano. Residu pestisida di S. Ranoweleng dan S. Panasen dominan berasal dari areal persawahan dan tegalan yang terletak di sebelah selatan D. Tondano (bagian hulu D. Tondano). Pestisida ini digunakan untuk membasmi hama keong emas. Di perairan D. Tondano diperoleh bahwa residu pestisidanya lebih mengkuatirkan dibandingkan dengan residu yang ada di kedua sungai sebagai inlet danau, dimana residu pestisida di S. Panasen 0,03 ppm dan di S. Ranoweleng 0,02 ppm, dimana kondisi ini masih berada di bawah ambang batas baku mutu peruntukkan air golongan C untuk perikanan (PP No. 20Tahun 1990). Sedangkan residu yang berada di perairan D. Tondano bagian selatan (Desa Kakas) 3,77 ppm dan di perairan D. Tondano bagian utara (Tolour) 15,68 ppm, dimana kondisi ini telah melebihi ambang batas yang diperolehkan (PP. No. 20 Tahun 1990 ambang batas residu pestisida adalah 0,1 ppm) Peningkatan kegiatan pertanian yang berada di kawasan sepanjang aliran sungai Panasen, S. Ranoweleng dan S. Leleko (Mawalelong) dan di kawasan sekitar Danau Tondano, telah mengakibatkan tingginya residu pestisida dan mangakibatkan tinggi pula konsentrasi fosfat akibat teraktivasi dan teroksidasinya pestisida organofosfat menjadi fosfat. Fosfat adalah salah satu unusr hara yang mempercepat terjadinya “blomming algae” di perairan Danau Tondano. Demikian pula dengan peningkatan penggunaan lahan di kawasan sekitar danau, di sepanjang aliran S. Panasen, S. Ranoweleng dan S. Leleko serta pemanfaatan perairan danau oleh masyarakat setempat sebagai lahan hunian (pemukiman) seperti rumah-rumah terapung di perairan D. Tondano, memberikan kontribusi terhadap masukkan limbah domestik (tinja, deterjen, dll) bagi perairan D. Tondano. Berdasarkan hasil penelitian PPLH-SDA dan UCE-CEPI bahwa coliform di sungai adalah 46.000/100 ml dan di danau 46.000/ml. Jumlah ini telah melebihi ambang batas untuk kriteria kualitas air golongan B (Air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air minum), padahal data tahun 1997 masih 43,7% masyarakat yang bermukim di sekitar D. Tondano dan sepanjang sungai-sungai tersebut mengambil air minum di D. Tondano dan di sungai sebagai air minum. Akibatnya banyak penduduk terkena penyakit diare (tahun 1997 penderita diare di Leleko 367 orang dan tahun 1999 menurun menjadi 85 orang). Kehadiran jaring apung yang menjamur dan memanfaatkan ruang perairan Danau Tondano , selain mengurangi estetika danau tersebut, juga memberikan kontribusi terhadap unsur hara akibat membusuknya sisa pakan yang menyebabkan konsentrasi fisafat, nitrat serta amoniak. Amoniak juga dihasilkan oleh ikan sendiri melalui kotoran dan urine ikan tersebut, akibatnya memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas air Danau Tondano.
2.3 Kondisi Tanah dan Lahan
Luas wilayah DAS Tondano 54.142 ha terletak di Kabupaten Minahasa dan Kodya Manado dan mencakup 17 kecamatan 92 desa. Ada 4 sub DAS, yaitu sub DAS Tondano, Tikala, Noongan dan Klabat. Wilayah DAS Tondano terletak di bagian hulu dengan kemiringan rata-rata 45%. Keadaan topografi berbukit, miring dan terjal dengan sebagian besar atau 76.77% wilayah ini ditutupi oleh vegetasi akar dangkal seperti kelapa, cengkih, tegalan dan ladang alang-alang dan belukar. Sisanya adalah area Danau Tondano, sawah, pemukiman dan hutan. Dimana hutan hanya 5.7% (Anonim, 2002). Sebagian besar lahan di bagian hulu DAS Tondano (sub DAS Tondano) telah dimanfaatkan sebagai lahan budidaya, sehingga tingkat erosi yang tinggi terjadi di area ini. Beberapa hal yang telah terjadi, yang berhasil di teliti PPLH-SDA Unsrat bahwa DAS Tondano telah mengalami degradasi tanah dan lahan yang mengakibatkan beberapa hal, yaitu:
a. Pendangkalan Danau Tondano
Pada tahun 1934 kedalamannya mencapai 40m, setelah 47 tahun kemudian kedalamannya berubah menjadi 20 m (Whitten. Dkk, 1987). Menurut BRLKT pendangkalan Danau Tondano, tahun 1974 kedalaman 28, tahun 1983 adalah 27 meter, tahun 1992 kedalaman 16 meter, tahun 1996 kedalaman danau 15 meter.
b. Banjir di Sungai Tondano
Akibat dari mendangkalnya Danau Tondano.
c. Meningkatnya Erosi Tanah
Ditandai dengan meningkatnya sedimen di Danau Tondano.
2.4 Flora dan Fauna
Akibat pengalihan fungsi kawasan lindung ke kawasan budidaya mengakibatkan kehidupan flora dan fauna yang spesifik di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano dan di perairan Danau Tondano. Flora dan fauna yang teridentifikasi kondisinya oleh Prof. J.L Palenewe, M.Sc dan Ir. Hard N. Pollo (Tim Peneliti PPLH-SDA Unsrat) dalam meneliti “Komponen Biotik, Subkomponen Flora Terretrial dan Avifauna (2002)”, yang berlokasi di kawasan hutan Gunung Maimbeng yang merupakan hulu sungai Panasen, juga hutan Gunung Masarang, dimana kedua-duanya merupakan hulu DAS Tondano. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa melimpahnya jenis-jenis sekunder di Hutan Maimbeng, dimana kondisi ini mengindikasikan bahwa mutu hutan telah menurun akibat teralh terjadi pembukaan tajuk yang cukup berat melalui penebangan pohon jenis-jenis komersil. Diperoleh pula bahwa masih terdapat jenis-jenis tumbuhan dan burung yang dilindungi, namun burungburung yang ada kini keberadaan mereka terancam punah. Kondisi ini menunjukkan bahwa habitat hutan ini masih baik bagi pertumbuhan dan perkembangan flora dan fauna. Di perairan Danau Tondano, flora akuatik yang paling banyak ditemui adalah flora semi akuatik umumnya terdiri dari tumbuhan “emergent”. Tumbuhan emergent adalah tumbuhan air yang akarnya dalam tanah di bawah air, sedangkan tunas (batang dan daun) di atas permukaan air. Keberadaan tumbuhan jenis ini sangat efektif mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air. Sehingga kekompleksan struktur habitat emergent membawa perkembangan fisik pada area yang bersangkutan. Organisma-organisma (flora dan fauna) yang mati, akan menjadi sedimen, yang makin lama makin stabil dan menjadi padat dan terjadilah fenomena suksesi danau tersebut. Eceng gondok (Eichornia crassipes) adalah jenis tanaman emergent yang paling banyak ditemui di Danau Tondano. Saat ini gulma eceng gondok telah menjadi masalah bagi kegiatan PLTA, dan menganggu lalu lintas air danau ke outlet. Juga telah mengakibatkan menurunnya nilai estetika perairan Danau Tondano.
2.5 Pengelolaan Terpadu Ekosistem Danau Tondano
Melihat kondisi yang ada di sekitar Danau Tondano dan sekitar DAS Tondano baik pemanfatan, area ini perlu pengelolaan yang terpadu (integrated) agar fungsi ekologis dan fungsi ekonomis dari sumberdaya alam ini. dapat dilestarikan untuk menopang kehidupan generasi di masa datang. Keberhasilan pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam akan menjadi kunci untuk terpenuhinya harkat hidup seluruh masyarakat. Dalam rangka pengelolaan terpadu Danau Tondano ini, perlu ditinjau beberapa aspek strategis yang mesti menjadi “focal point” bagi skenario pengelolaan terwujudnya tujuan atau “goal” di dalam suatu konsep “Integrated Lake Management” yang “sustainable” bagi D. Tondano. Beberapa aspek strategis yang mesti dipikirkan tersebut, adalah: pemafaatan perairan Danau Tondano (Lake Uses), keanekaragaman Hayati (Biodiversity), polusi Aliran Permukaan (Run-off Pollution).
2.6 Pemanfaatan Perairan Danau Tondano
Pemanfaatan perairan atau pemanfaatan ruang perairan D. Tondano saat ini cenderung tidak memperdulikan dayadukung sumberdaya air yang ada di danau ini. Perairan D. Tondano saat ini tidak hanya dimanfaatan sebagai lahan pariwisata (di Remboken), tetapi juga di manfaatkan sebagai lahan hunian (rumah-rumah terapung), lahan peternakan (ikan, itik dan ternak babi). Di dalam skenario perencanaan terpadu Danau Tondano, tentunya prinsip keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan perairan danau mesti diperhitungkan dengan baik, sehingga siklus-siklus di dalam ekosistem perairan danau dapat berlangsung semestinya dan tidak terputus sama sekali.
2.7 Keanekaragaman Hayati (Biodiversity)
Aspek yang kedua untuk dikritisi dan dimasukkan di dalam suatu goal atau target dari hasil suatu perencanaan. Danau Tondano yang tergolong sebagai ekosistem lahan basah, dimana suatu tipe ekosistem yang memproduksi “plasmah-nuftah” bagi lingkungan hidup di Sulawesi Utara (SULUT). Sebagai sumber keanekaragaman hayati, dimana tingginya biodiversity suatu wilayah akan meningkatkan ketahanan ekosistem di daerah tersebut dan dengan demikian akan meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan lingkungan hidup di Sulut.
2.8 Polusi Aliran Permukaan (Run-off Pollution)
Polusi yang berasal dari aliran permukaan di sekitar danau selalu berkorelasi dengan pemanfaatan ruang daratan sekitar danau itu. Menurut Jorgensen (1991) bahwa eksport fosfat dari lahan pertanian (lahan panen) adalah 22-100 mg/m2/tahun, merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan lahan pertanian jeruk dan padang rumput. Wanielistra et al., (dalam Moran et al., 1985) menyatakan bahwa pencemaran air akibat fosfor dari tanah yang diolah berkisar 0,18-1,62 kg/ha/tahun, merupakan kisaran angka nomor dua tertinggi yang menyebabkan pencemaran air sesudah akibat dari limbah kota. Sebagai satu contoh: dari hasil penelitian Kumurur (1998) akibat perubahan fungsi ruang di kawasan sekitar danau Mooat dari tegalan ladang (kawasan budidaya) di sisi barat danau Mooat menjadi tegalan sayur/kebun sayur (kawasan budidaya), berubahnya hutan belukar dan hutan lindung (kawasan lindung) di sisi timur danau menjadi areal perkebunan dan tegalan ladang (kawasan budidaya)sangat mempengaruhi peningkatan kadar fosfat. Akibat pengalihan fungsi ini hasil perhitungan pertambahan konsentrasi fosfat dimana terlihat pada lima tahun terakhir (periode 1993-1998) terjadi peningkatan kadar fosfat 163 kali lebih besar daripada pengukuran pada periode enam tahun sebelumnya (1987-1993). Kondisi topografi wilayah DAS Tondano maupun kawasan sekitar perairan Danau Tondano ini sangat mempengaruhi lajunya limpasan (run-off) menuju ke perairan Danau Tondano. Pemanfaatan ruang daratan baik di kawasan sekitar Danau Tondano dan di area sepanjang aliran-aliran sungai sebagai inlet danau merupakan faktor penentu masuknya bahan-bahan polutan seperti pestisida, limbah domestik, coliform. Pengaturan zonasi pemanfaatan ruang merupakan hal yang strategis dalam mengendalikan masuknya polutan ke perairan danau. Dimana dengan pengaturan pemanfaatan ruang, sekaligus dapat mengendalikan pemanfaatan perairan danau oleh masyarakat sekitarnya. Menurut Haeruman dalam Coutrier (1988) disebutkan bahwa salah satu pendekatan yang dapat berperan besar dalam penggunaan sumber alam adalah tata-ruang, yang pada dasarnya merupakan suatu alokasi sumberdaya alam ruang bagi berbagai keperluan pembangunan agar memberi manfaat yang optimal bagi suatu wilayah. Namun, menurut Sugandhy (1992) bahwa pengaturan ruang memerlukan dimensi waktu untuk mengarahkan kegiatan manusia agar sesuai dengan keseimbangan lingkungan hidup yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Selanjutnya Sugandhy mengatakan bahwa hal ini tidak berarti bahwa wilayah Nasional akan dibagi habis oleh ruang-ruang yang akan diperuntukkan bagi kegiatan manusia tetapi perlu dipertimbangkan pula adanya ruang-ruang yang mempunyai fungsi lindung dalam kaitannya untuk menjaga keseimbangan hidrologis dan ekologis. Salah satu aspekpenentu kualitas tata ruang adalah terwujudnya pemanfaatan ruang yang serasiantara fungsi lingkungan dengan kawasan pembangunan, dengan ditetapkannya kawasan lindung dan kawasan budidaya (Sugandhy,1992). Dalam criteria pemanfaatan ruang, terdapat criteria Kawasan Sekitar Danau/Waduk sebagai salah satu kawasan yang harus dilindungi melalui Peraturan daerah dengan tujuan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan-kegiatan yang dapat menganggu kelestarian fungsi danau/waduk (Karmisa, dkk.,1990). menurut Sugandhy (dalam Membangun Tanpa Merusak) bahwa pelestarian kualitas lingkungan sangat ditentukan oleh pelestarian kualitas tata air, udara serta ketersediaan kebutuhan dasar yang meliputi. antara lain: pelestarian kawasan fungsi lindung dan pelestarian hutan tropis atau keberadaan tegakan pohon (canopy).
2.9 Tinggi Permukaan Danau
Perubahan tinggi permukaan perairan danau secara permanen dengan memperluas area genangan air dari tahun ke tahun adalah salah satu indikator terganggunya sumberdaya alam ini. Perubahan tinggi permukaan perairan Danau Tondano dipengaruhi pula oleh perubahan kedalaman (tabel 1) dimana kondisi ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pengendapan (sedimentasi) di perairan. Pengendapan oleh sedimentasi yang diakibatkan oleh erosi, dan erosi yang terjadi akibat terjadinya perubahan pemanfaatan lahan dari lahan lindung ke lahan budidaya atau ke lahan budidaya yang sangat beresiko mengurangi kestabilan tanah yang pada akhirnya akan meningkatkan erosi. Berubahnya tinggi permukaan danau akan menganggu jumlah debit air yang bakal menganggu pemanfaatan sumberdaya air danau sebagai sumber tenaga penggerak yang dapat menghasilkan energi penggerak yang stabil dari waktu ke waktu.
BAB III
PENUTUP
Konsep pengelolaan danau terpadu bagi Danau Tondano saat ini sangat diperlukan yang didampingi oleh penentuan “goal atau target” yang bernuansa berkelajutan bagi pengelolaan Danau Tondano yang berarti pula dikelola untuk kelangsungan fungsi ekologis dan fungsi ekonomis perairan Danau Tondano bagi masyarakat di masa datang.
DAFTAR PUSTAKA
Connell, D.W & G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran (terjemahan Yanti Koestoer). Penerbit Univesitas Indonesia (UI-Press).Jakarta
Jorgensen, S.E. 1990. Erosion and Filtration dalam: Jorgensen & H. Loffler (Eds).
Guidelines of Lake management Vol. 3: Lake Shore Management. International Lake Environmental Committee Foundation Shiga-Kainan Build. Japan.
Joseph, B.S & J. Supit. 2002. Tanah dan Lahan. Dalam: Analisis Perubahan Tata Guna Lahan Daerah Aliran Sungai Tondano Menuju Pembangunan Berkelanjutan di Sulawesi Utara (Laporan Hasil Penelitian Setiap Tema Tahap 1) PPLH-Unsrat bekerjasama dengan York University, University of Wateloo Canada. Manado.
Karmisa, I., Purwantini, Y., Utami, D.N., A. Kusriyanti & J. Suzanna, 1990. Administrasi Lingkungan. Dalam: Kualitas Lingkungan Indonesia 1990. Kantor menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
Kumurur, V.A. 1998. Pengaruh Perubahan Pola Pemanfaatan Ruang Daratan Terhadap Eutrofikasi Danau (Studi Kasus: Pemanfaatan Ruang di Kawasan Sekitar Danau Mooat kabupaten Bolaang Mongondow, Propinsi Sulawesi Utara). Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta
Moran, J.M., Morgan & J.H. Wiersma. 1985. Intriduction to Enviornmental Science (2nded). W.H Freeman and Company. New York.
Nebath, J. 2002. Flora akuatik. Dalam: Analisis Perubahan Tata Guna Lahan Daerah Aliran Sungai Tondano Menuju Pembangunan Berkelanjutan di Sulawesi Utara (Laporan Hasil Penelitian Setiap Tema Tahap 1) PPLH-Unsrat bekerjasama dengan York University, University of Wateloo Canada. Manado.
Palenewen, J.L & H.N Pollo. 2002. Komponen Biotik, Subkomonen Flora Terrestrial dan Avifauna Dalam: Analisis Perubahan Tata Guna Lahan Daerah Aliran Sungai Tondano Menuju Pembangunan Berkelanjutan di Sulawesi Utara (Laporan Hasil Penelitian Setiap Tema Tahap 1) PPLH-Unsrat bekerjasama dengan York University, University of Wateloo Canada. Manado. Suhandhy, A. 1992. Strategi Pentaan Ruang Nasional. Dalam: Membangun Tanpa Merusak. Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta.
Wantasen, S. & L.C Mandey. 2002. Kualitas Air. Dalam: Analisis Perubahan Tata Guna Lahan Daerah Aliran Sungai Tondano Menuju Pembangunan Berkelanjutan di Sulawesi Utara (Laporan Hasil Penelitian Setiap Tema Tahap 1) PPLH-Unsrat bekerjasama dengan York University, University of Waterloo Canada. Manado.
Whitten, A.J., Mustafa. M., dan G, S Henerson. 1987. Ekologi Sulawesi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar