PEMUPUKAN KELAPA SAWIT
Jumat, 21 Mei 2010
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ”segar” adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara penanganan pertama saat panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut mempertahankan mutunya selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya sampai siap dikonsumsi.
Agar dapat melakukan penanganan hasil perikanan secara benar untuk mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi penyebab kerusakan tersebut.
Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan saat dipanen merupakan ciri atau kriteria mutu(kesegaran)-nya sekaligus merupakan penyebab dominan kerusakan mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi dan benturan/tekanan fisik. Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera setelah dipanen dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan salah satu cara yang paling cocok untuk menangani ikan setelah dipanen sampai saat siap untuk diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan mudah untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan saat ini.
Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah penyebab kerusakan lainnya seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik, diperlukan sarana yang cocok dalam jumlah cukup. Oleh karena itu sarana tersebut merupakan syarat mutlak yang harus disediakan diatas kapal penangkap ikan dan di tempat penanganan ikan segar lainnya seperti di dermaga pembongkaran, tempat pelelangan ikan (TPI) dan gudang pada pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.
1.2 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu menghitung bagian yang dapat dimakan pada ikan segar
Mahasiswa diharapkan mampu menginterpretasikan hasil perhitungan berdasarkan jenis ikan
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan analisis kesegaran ikan dengan cara uji kimia
Mahasiswa diharpkan mampu menginterpretasikan hasil perhitungan berdasrkan jenis ikan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyebab Kerusakan Ikan
Penyebab utama kerusakan ikan dilihat dari sumbernya meliputi penyebab dari keadaan ikan itu sendiri pada saat ditangkap dan penyebab dari kondisi diluar tubuh ikan. Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya sendiri meliputi kondisi fisik dan komposisi kimiawi ikan, sedangkan kerusakan dari luar tubuh ikan disebabkan oleh kontaminasi dan tekanan atau benturan fisik yang dialami ikan selama penanganannya dilakukan.
2.2 Ciri-Ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai busuk
Ikan segar ciri-cirinya adalah Warna kulit terang dan jernih, kulit masih kuat membungkus tubuh tidak mudah sobek terutama bagian perut, warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas, sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas, mata tampak terang jernih, menonjol dan cembung, insang berwarna merah sampai merah tua, tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar, daging kenyal bila ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging melekat kuat pada tulang, daging perut utuh dan kenyal, didalam air ikan segar akan tenggelam.
Ikan yang mulai busuk ciri- cirinya adalah kulit berwarna suram, pucat, lendir banyak, mudah sobek, warna khusus sudah mulai hilang, sisik mudah terlepas dari tubuh, mata tampak suram, tenggelam dan berkerut, insang berwarna coklat suram atau abu-abu berdempetan, lendir insang keruh dan berbau asam, daging lunak, bagian tubuh lain mulai berbau busuk, bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan, daging mudah lepas dari tulang, lembek, isi perut sering keluar, didalam air ikan yang sudah sangat busuk akan mengapung di permukaan air (Afrianto, dan Liviawaty, 2000).
2.3. Komposisi fisik dan kimiawi ikan
Dari bentuk fisiknya bagian tubuh ikan yang dapat dimakan (edible portion) adalah dagingnya, sedangkan bagian tubuh lainnya seperti kepala, insang, isi perut, kulit, sirip dan tulang merupakan bagian yang tidak dapat dimakan meskipun pada jenis ikan tertentu bagian ini merupakan produk perikanan eksklusif yang mahal harganya setelah mendapatkan perlakuan pengolahan/penanganan khusus. Porsi dari bagian-bagian tersebut sangat tergantung dari jenis ikan yang berkaitan dengan bentuk tubuhnya, dimana secara garis besar bentuk tubuh ikan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Zaitsev, et al., 1969) : (1) seperti bentuk torpedo atau cerurtu contoh ikan tuna (Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus spp.), layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), lemuru (Sardinella longiceps) dsb., (2) bentuk panah atau tombak, Contoh : ikan julung-julung (Tylosurus spp., Hemir hamphus spp.), ikan layur (Trichiurus spp.) dsb., (3) bentuk pipih dengan ukuran potongan vertikal yang jauh lebih panjang dari potongan horisontalnya, contoh ikan kakap (Lates calacarifer), kerapu (Ephinephelus spp.), bawal (Pampus spp., Formio spp;) dsb., (4) bentuk pipih mendatar melebar dengan ukuran potongan vertikal yang pendek dibandingkan dari potongan horisontalnya, contoh ikan sebelah (Psettodidae), ikan lidah (Cynoglossus spp., Pleuronectus spp.) ikan pari (Trigonidae) dsb., (5) bentuk ular, contoh : ikan malung (Muraenesox cinereus), belut laut dsb.
Daging atau otot ikan karena kandungan zat gizinya adalah merupakan bagian tubuh ikan yang lazim menjadi target untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging ikan segar secara umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64- 81% air. Komposisi inilah yang menyebabkan daging ikan segar menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba (jasad renik), dimana mikroba mencerna atau mengurai zat gizi tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan daging ikan menjadi rusak atau busuk. Oleh karena itu tujuan utama penanganan ikan segar adalah mencegah terjadinya hal ini. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim.
Salah satu bentuk protein daging ikan adalah berupa enzim yang meskipun jumlahnya hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai komposisi daging ikan pada saat ikan hidup melakukan gerakan di air. Bagian komposisi daging ikan yang berperan dalam pergerakan otot ikan hidup adalah glikogen otot, suatu bentuk senyawa gula sederhana yang dikandung otot daging dalam jumlah sedikit sebagai cadangan energi.
Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh enzim menghasilkan energi untuk gerakan otot dengan limbah berupa asam laktat, air dan CO2. Limbah ini secara aerob diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi dan urin ikan. Apabila ikan mati, proses ini terjadi secara anaerob dan kerja enzim menjadi tak terkendali dalam mengurai glikogen otot yang ada didalam daging menghasilkan energi berupa ketegangan ototdaging ikan sehingga tubuh ikan menjadi kaku – sulit/tidak dapat dilipat yang lazim disebut sebagai keadaan rigormortis. Limbahnya terutama asam laktat akan tertimbun didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan alam kondisi rigormortis. Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini adalah jak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses kerusakan daging oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, karena selama keadaan tersebut tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. etelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging karena menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk.
Bagian tubuh ikan hidup yang selalu mengandung mikroba adalah lendir di ermukaan kulit, insang dan isi perut, dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan pusat konsentrasi mikroba pengurai-pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke daging ikan melalui permukaan kulit yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan bagian dalam dinding perut yang luka untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi daging sehingga ikan menjadi menurun mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk isi perut ikan, selain mikroba juga mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak dsb sehingga harus dijaga jangan sampai pecah selama penanganannya agar enzim-enzim tersebut tidak merusak dinding perut ikan bagian dalam yang selanjutnya juga merusak daging ikannya.
BAB III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun kegiatan praktikum Analisis Bagian Ikan yang dapat Dimakan dan Analisis Kandunngan Kimia (Amoniak) pada Daging Ikan dilaksanakan pada hari kamis, 6 Mei 2010 bertempat di Laboratorium Analisa Politeknik Negeri Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Alat Bahan
Kompor Gas
Panci
Piring
Pisau
Talenan
Tirisan
Gegep
Timbangan
Stopwatch
Baki
Serbet
plastik
Alat Tulis
Alat bantu lain Air
Ikan Nila
Ikan Gurame
Ikan Tongkol
Ikan Kuniran
3.2.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Alat Bahan
Pisau
Talenan
Tusuk sate / lidi
Baki
4 buah Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Kapas
Pipet 10 ml, 1 ml
Bal pipet Larutan Eber (HCl, Alkohol, eter)
Ikan Nila
Ikan Gurame
Ikan Tongkol
Ikan Kuniran
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Siapkan alat dan bahan
Timbang ikan berdasarkan jenisnya (Wo)
Ambil air secukupnya, masukkan ke dalam panci untuk merebus ikan
Didihkan air dalam panci
Setelah air mendidih masukkan ikan dan biarkan selama 5 menit
Setelah waktu tercapai keluarkan ikan dengan menggunakan gegep atau penjepit. Letakkan pada piring plastik dan tiriskan selama 15 menit
Setelah tiris dan dingin lakukan penimbangan ulang (Wt)
Lakukan pemisahan terhadap bahan yang tidak bisa dimakan dari bahan yang bisa dimakan
Timbang bagian yang dapat dimakan (Wa).
Hitung bagian yang dapat dimakan dengan rumus:
Keterangan : Wa % = Bagian yang dapat dimakan (%)
Wa = bagian yang dapat dimakan (gram)
Wt = berat bahan setelah direbus (gram)
3.3.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Siapkan alat dan bahan
Siapkan 4 tabung reaksi untuk 4 jenis ikan
Masukkan larutan eber ke dalam tabung reaksi sekitar 3-5 cm dengan menggunakan pipet
Amati ikan secara visualisasi sebagai data kontrol. Pengamatan secara visual pada setiap meliputi: warna mata, sisik, insang, lendir, bau, kondisi dan tekstur ikan.
Ambil daging ikan dengan memotong bentuk dadu ukuran 1 x 1 cm atau disesuaikan.
Tancapkan atau tusuk daging ke tusuk sate atau lidi
Masukkan daging ikan ke dalam larutan, sumbat menggunakan kapas
Biarkan selama 5 menit dan amati.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Uji Fisik (Secara Visualisasi)
Jenis Ikan
Ikan Gurame Ikan Tongkol Ikan Kuniran Ikan Nila Hitam
Mata
Sisik
Insang
Lendir
Bau
Kondisi
Tekstur 1
3
4
-
4
2
2 3
-
3
2
2
2
1 3
3
2
1
4
3
3 4
4
3
3
4
2
4
Total 16 13 19 24
Rata-Rata 3 2 3 3
Keterangan : 1 = Segar
2 = agak segar
3 = sedang
4 = agak busuk
5 = busuk
Uji Kimia
Jenis Ikan Kondisi
Ikan gurame
Ikan tongkol
Ikan kuniran
Ikan nila hitam + (sedikit)
+
+ (sedikit)
+
4.1.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Jenis Ikan Wo Panjang Wt Wa Wa (%)
Ikan Nila Hitam
Ikan Kuniran
Ikan Tongkol
Ikan Gurame 270,6 gr
115,1 gr
310,4 gr
379,9 gr 23 cm
19,5 cm
27 cm
28 cm 244,5 gr
109,4 gr
293,6 gr
350,9 gr 140,7 gr
56,5 gr
197,9 gr
189 gr 58 %
52 %
67 %
54 %
4.2 Pembahasan
4.2.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Pada dasarnya semua bagia ikan dapat dimakan selain saluran cernanya seperti usus, namun pada umumnya bila dilihat dari bentuk fisiknya bagian tubuh ikan yang dapat dimakan (edible portion) adalah dagingnya, sedangkan bagian tubuh lainnya seperti kepala, insang, isi perut, kulit, sirip dan tulang merupakan bagian yang tidak dapat dimakan meskipun pada jenis ikan tertentu bagian ini merupakan produk perikanan eksklusif yang mahal harganya setelah mendapatkan perlakuan pengolahan/penanganan khusus.
Dari hasil praktek yag telah didapatkkan, komposisi daging yang dapat dimakan dan dimanfaatkan tidak lebih dari 67% yang palig banyak diiliki oleh ikan tongkol sedangkan pada ikan-ikan lainnya seperti ikan gurame, Kuniran dan ikan Nila komposisi daging yang bias dimakan dibawah 60%.
Hal ini menunjukkan bahwa komposisi daging ikan air laut lebih banyak di banding dengan ikan air tawar bila ditinjau dari bobot dan kesamaan berat ikan tersebut.
Mutu dan keamanan produk merupakan persyaratan yang tidak dapat ditawar- tawar lagi di dalam perdagangan produk perikanan saat ini.Persaingan antar produk di pasaran sangat ditentukan oleh kedua hal tersebut. Tidak jarang, produk perikanan dapat menyebabkan keracunan dan kematian terhadap konsumen atau ditolak negara pengimpor karena tidak memenuhi persyaratan keamanannya.
Mutu produk ditentukan oleh performance produk secara organoleptik, kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Cara yang paling mudah untuk penentuan mutu produk adalah secara organoleptik, sedangkan untuk penentuan mutu secara kimiawi, mikrobiologis dan fisik memerlukan peralatan dan waktu yang relatif lama untuk memperoleh hasilnya
4.2.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu.
Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) .
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.
Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi lembek. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan mutu ikan meliputi;
1) Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan ill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini menyebabkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek.
2) Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk.
Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat.
3) Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar.
4) Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur lebih cepat membusuk.
5) Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak bergelombang, mempercepat pembusukan
BAB V. PENUTUP
Komponen utama daging ikan (pada saat hewan masih hidup disebut otot) yaitu
air, lemak dan protein. Kadar protein umumnya sekitar 15-20%, sementara kadar lemak sangat bervariasi antara 0.5% sampai lebih dari 20% tergantung jenis ikan dan kondisi lingkungan. Pada beberapa jenis ikan, lemak tidak disimpan didalam otot (daging) tetapi disimpan didalam hati. Air merupakan unsur utama, dengan variasi sekitar 7-80%. Karbohidrat, mineral, vitamin dan beberapa komponen larut air lainnya terdapat dalam jumlah sedikit.
Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Proses kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme.
Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging
mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera setelah proses rigor mortis selesai.
Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah
sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup
tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perut ikan. Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolisme protein.
Pada ikan hidup, makanan dalam saluran pencernaan diolah menjadi komponen-komponen sederhana, seperti gula dan asam amino, yang diserap oleh darah. Darah mengirim komponen-komponen ini kebagian tubuh yang membutuhkan, khususnya otot. Produksi komponen-komponen ini diinduksi oleh enzim, yang ada didalam saluran pencernaan maupun yang ada didalam otot. Setelah ikan mati, enzim-enzim ini masih tetap aktif. Akibatnya, terjadi proses autolisis atau penghancuran diri sendiri yang akhirnya akan mempengaruhi flavor, tekstur, dan penampakan ikan.
Proses autolisis karena aktivitas enzim ini dapat dilihat pada daging ikan. Secara
fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem) mula-mula akan kehilangan
elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan daging (tahap
rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan menyebabkan daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor).
Reaksi autolisis bisa berlangsung secara cepat, misalnya pada ikan kecil berkadar lemak tinggi. Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut, karena aktivitas enzim di dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian perut ikan. Sebagai contoh, proses autolisis ikan sarden bisa berlangsung hanya beberapa jam setelah penangkapan.
REFERENSI
------------. 2009. Proses pembusukan ikan didapat dari http://id.shvoong.com/exact-sciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/ [15 Mei 2010]
-------------. 2010. Penggolongan dan klasifikasi ikan. http://o-nlinenews.blogspot.com/p/penggolongan-dan-klasifikasi-ikan_02.html. [Diakses 20 April 2010].
Affuwa. 2007.Jaringan pada Hewan.http://affuwa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 17 April 2010.
Alawi, H., A. Muchtar, C. P. Pulungan dan Rusliadi, 1990. Beberapa aspek biologi ikan baung (Mystus nemurus) yang tertangkap disekitar perairan Teratak Buluh Sungai Kampar pusat penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 36 hal (tidak diterbitkan).
Damanik, N. 2001. Inventarisasi Ikan ordo Cypriniformes yang terdapat di Waduk PLTA Koto Panjang Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Laporan Praktek Lapang, Fakultas Peikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 44 halaman (tidak Diterbitkan).
Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis. 1996/1997. Kebijaksanaan umum tentang perikanan dan kelautan. Bengkalis. 27 hal
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau, 2001. Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan propinsi Riau. 45 hal (tidak diterbitkan).
Hari Eko Irianto dan Indroyono Soesilo. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta
1 komentar:
Mkin lama, mkin mntap aja....
Kopi bwt tgas orang ya dx...
Posting Komentar